Pangeran yang Bercita-cita Jadi Khalifatullah

dipo.jpg

Judul buku : Novel Pangeran Diponegoro

                       Menggagas Ratu Adil

Penulis        : Remy Sylado

Penerbit      : Tiga Serangkai, 2007

Tebal           : viii + 340 halaman

Nama kecilnya Ontowiryo.  Sejak belia hingga dewasa, dia tidak tinggal di keraton, tapi bersama nenek buyutnya di Puri Tegalrejo.

Setelah ayahnya diangkat menjadi Sultan Hamengku Buwono III,  Ontowiryo   ditawari    jabatan sebagai adipati.  Namun dia menolak. Bukan itu cita-citanya.   Dia  ingin menjadi khalifatullah di bumi ibu pertiwi.

“Dan aku harap  fiil ini  diberkahi Tuhan,  Sang Hyang Widhi, Allah Subhanahu Wa Taala,  karena aku terpanggil  memberi  pertanggungjawaban   hidup ini kepada-Nya,”  katanya kepada ayahandanya, Sultan Hamengku Buwono III.

Sebagai pangeran  putra sultan, dia  disuruh memilih nama baru yang akan disandangnya. Ontowiryo  memilih  nama moyangnya,  putra  Pangeran Sungkawa,   yang bernama Pangeran Diponegoro. Jadi sebenarnya dia adalah Pangeran Diponegoro II.

Novel ini menceritakan   perjalanan hidup  Pangeran Diponegoro  sejak kanak-kanak  hingga berusia 20-an tahun.  Dikisahkan pula orang-orang  terdekat  dalam hidup Diponegoro muda, seperti   nenek buyutnya,  Ratu Ageng (istri Hamengku Buwono I);  ayahnya, Hamengku Buwono III;    kakeknya, Hamengku Buwono II;  dan adiknya  Ibnu Jarot,  yang kelak menjadi Hamengku Buwono IV.

Namun tak ada episode Perang Jawa yang legendaris itu.    Penulisnya, Remy Sylado,  lebih memilih   perjalanan hidup  Diponegoro muda  sebagai inti cerita novel ini.  Tentu dengan latar belakang sejarah   ketika Diponegoro masih bernama Ontowiryo  hingga menjadi seorang Pangeran Diponegoro.

Ketika itu terjadi berbagai peristiwa penting di  Yogyakarta, seperti  pemakzulan Hamengku Buwono II oleh Gubernur Jenderal  Hindia Belanda, Daendels;  diangkatnya  Hamengku Buwono III;  datangnya   Inggris sebagai penjajah baru, yang dipimpin Letnan Gubernur  Raffles; serta   wafatnya  Hamengku Buwono III pada 1814.

Tak ada perang  melawan penjajah.  Bahkan perkawinan  Diponegoro pun  hanya disinggung selintas. Nampaknya  Remy ingin  membuat pembaca  penasaran ingin  tahu  bagian-bagian lain dari hidup Diponegoro, seperti jati diri istri dan anak-anaknya.

Meski tak ada episode  Perang Jawa, yang menelan korban ribuan jiwa dan membuat bangkrut penjajah Belanda, kehadiran novel ini   telah menguak  perjalanan hidup seorang  Diponegoro muda, yang tak bercita-cita menjadi penguasa seperti para leluhurnya,  tapi ingin menjadi seorang khalifatullah, pemimpin yang menjadi wakil Allah di bumi ibu pertiwi. Sejarah mencatat, Diponegoro  konsisten dengan  cita-citanya. Sebuah cita-cita  langka  yang tidak dimiliki sembarang manusia.