Sayapmu patah
menghantam rumah
terhempas ke tanah
tersungkur di sawah
Api membuncah
darah pun tumpah
keluarga di rumah resah
menanti ayah
yang datang utusan pemerintah
Sayapmu patah
menghantam rumah
terhempas ke tanah
tersungkur di sawah
Api membuncah
darah pun tumpah
keluarga di rumah resah
menanti ayah
yang datang utusan pemerintah
Namanya mengingatkan pada satu grup konglomerasi yang pernah jaya di jaman orde baru. Namun Bhimantara Entertainment tak ada hubungan sama sekali dengan Bimantara.
Saya menemukan aksi Bhimantara Entertainment (BE) di KMP Nusa Agung dalam pelayaran dari Merak ke Bakauheni, pekan lalu. BE adalah grup organ tunggal yang berasal dari Kampung Jeruk, Merak, Banten. Selain pemain organ, grup ini diperkuat lima vokalis wanita yang membawakan lagu-lagu dangdut plus goyang aduhainya.
BE bisa ditemui di kelas II KMP Nusa Agung. Kelas II di kapal ini bisa dibilang yang terbaik karena ada AC-nya. Namun setelah kapal berlayar, dan musik dimainkan, tetap saja ada penumpang yang merokok di dalamnya.
Sajian musik dari BE diawali oleh lantunan suara seorang pria, yang masih bagian dari grup ini. Setelah pria tersebut menyelesaikan satu lagu, tampillah para penyanyi wanita bergantian membawakan tembang-tembang dangdut.
Kelima vokalis wanita ini mengenakan kaus dan celana jeans. Tak ada yang mengenakan rok mini. Mungkin malu sama umur karena sudah bukan ABG lagi. Atau takut disemprit nakhoda?
Penghasilan mereka dari tips yang diberikan penumpang. Untuk mendapat penghasilan lebih banyak, dengan agresif mereka menawarkan penumpang untuk request lagu. Tentu dengan imbalan “digoyang” di hadapan si pemesan lagu.
“Abang mau pesan lagu apa?” rayu mereka. Kalau penumpang memberi respons, mereka kembali bertanya, “Dikoplo atau di-remix, Bang?”
Untuk menjaring pemesan lagu lebih banyak, mereka berkeliling ruangan. Satu demi satu penumpang dirayu untuk pesan lagu.
Setelah menerima permintaan lagu, mulailah mereka membawakan lagu tersebut sambil meliuk-liuk di hadapan si pemesan. Beragam reaksi para pemesan. Ada yang melotot sambil menahan nafas. Ada pula yang malu-malu sambil cengengesan.
Sambil menyanyi dan bergoyang, mereka menerima saweran dari si pemesan lagu. Usia membawakan lagu, uangnya dimasukkan ke satu kotak bekas kardus mi instan.
Tak selalu rayuan mereka ke penumpang untuk memesan lagu membuahkan hasil. Rakimin, misalnya. Sopir truk yang duduk di sebelah saya ini hanya cengengesan waktu ditawarkan untuk pesan lagu. “Pesan lagu apa, Bang?” tanya seorang penyanyi.
“Belum ada,” jawab Rakimin.
“Kalau lagu mah banyak, Bang. Atau belum ada uangnya?” sindir si penyanyi. Rakimin cuma mesam-mesem membuang muka menahan malu.
Lagu yang mereka nyanyikan tak murni lagu dangdut karena ada pula lagu pop yang didangdutkan, dan diganti syairnya. Salah satunya adalah “Puspa”, lagunya ST 12 yang tengah kondang saat ini.
Dengan “kreatif” beberapa bait lagu tersebut diganti. “Putuskan saja pacarmu…..”, misalnya, diganti menjadi “Ceraikan saja istrimu, lalu bilang I love you padaku………”.
Nampaknya bait baru itu disesuaikan dengan kondisi kejiwaan si penyanyi yang, mungkin, tengah mendambakan seorang suami, tak peduli statusnya suami orang atau bukan.
Pentas dangdut itu berlangsung sekitar dua jam, dan berakhir menjelang kapal sandar di pelabuhan Bakauheni. Pentas akan dilanjutkan setelah kapal kembali berlayar menuju Merak dengan membawa penumpang baru, yang kantongnya bisa jadi lebih tebal.
Karena rezekinya dari penumpang, tentu mereka berharap ruang kelas II itu akan penuh, dan penumpang yang baru naik dari Bakauheni memberi saweran lebih besar dibandingkan sebelumnya.
Kalau besok lusa disahkan DPRD, DKI Jakarta akan menjadi satu-satunya provinsi yang memiliki peraturan daerah (perda) tentang ojek. Tapi nampaknya jalan untuk disahkan masih panjang. Sebab sudah ada wakil rakyat di DPRD DKI Jakarta yang keberatan.
Seperti dikutip Media Indonesia, Senin (28/7), Ketua Komisi B DPRD DKI Aliman A’at menyatakan, rencana melegalkan ojek berlebihan.
“Perda-perda lain saja yang prioritas banyak yang belum selesai, ini mau bahas perda ojek lagi,” katanya.
Aliman juga mempertanyakan urgensi melegalkan ojek. “Yang mau diatur itu apa? Mengurus omprengan (angkutan pelat hitam) di Jakarta Barat saja tidak selesai-selesai. Itu dululah kan lebih penting,” dia menegaskan.
Usul melegalkan ojek di ibu kota dilontarkan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Nurachman, April lalu. Menurut dia, pelegalan ojek akan mempermudah pengawasan dan pengaturan ojek karena pangkalannya yang saat ini sangat banyak dan tersebar.
Selain itu, pemberlakuan pelat kuning bagi ojek dapat menambah pendapatan asli daerah.
Pemda DKI sendiri nampaknya serius akan melegalkan ojek karena sudah menganggarkan dana sebesar Rp 200 juta di APBD 2008 untuk menyusun rancangan perda tentang ojek tersebut.
Meski belum resmi diakui sebagi moda transportasi, kehadiran ojek sangat membantu aktivitas warga yang ingin menembus kemacetan di ibu kota dengan cepat. Ojek juga banyak membantu transportasi warga yang bermukim di wilayah yang tak terjangkau angkutan umum.
Bahkan para tukang ojek kerap dimobilisasi partai-partai politik untuk ikut meramaikan acara kampanye.
Jadi, wakil rakyat jangan seperti kacang lupa dengan kulitnya. Hanya ingat dengan tukang ojek waktu musim kampanye, tapi setelah itu dilupakan. Atau wakil rakyat kita sudah tak pernah lagi naik ojek, sehingga lupa dengan alat transportasi satu ini?