Para pejabat eselon I di Departemen Keuangan akan melepas rangkap jabatan sebagai komisaris di sejumlah BUMN. Alasannya: reformasi birokrasi dan menghindari konflik kepentingan.
Dirjen Pajak Darmin Nasution, yang baru beberapa hari menjadi Komisaris Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) mempelopori kebijakan tersebut. Langkah Darmin diikuti para koleganya. Seperti dilaporkan Bisnis Indonesia, Kamis (12/6), Dirjen Anggaran Achmad Rochjadi mengaku akan mundur dari jabatan Komisaris Pertamina.
Dirjen Bea dan Cukai Anwar Supriyadi mengungkapkan sudah mundur dari jabatan Komisaris Krakatau Steel sejak 1 Juni 2008. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Anggito Abimanyu berjanji segera mengajukan pengunduran diri sebagai komisaris melalui RUPS PT Telkom Tbk.
Dirjen Perbendaharaan Negara Herry Purnomo menyatakan mundur dari jabatan komisaris PT Pos Indonesia. Demikian pula Dirjen Perimbangan Keuangan Mardiasmo menyatakan akan mundur dari posisi Komisaris Utama PT Jasa Raharja.
Pernyataan senada juga dikemukakan Dirjen Kekayaan Negara Hadiyanto yang menjabat Komisaris Utama PT Garuda Indonesia dan Komisaris Bank Tabungan Pensiunan Nasional.
Langkah para pejabat eselon I Departemen Keuangan tersebut mendahului kebijakan resmi tentang aturan rangkap jabatan, yang tengah digarap Departemen Keuangan dan Kementerian BUMN, dan rencananya akan dikeluarkan bulan ini.
Lain Dirjen, lain pula menterinya. Setelah pos Menko Perekonomian ditinggal Boediono, yang kini menjabat Gubernur Bank Indonesia, pemerintah akan menunjuk salah seorang menteri di jajaran Tim Ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu sebagai Menko Perekonomian ad interim.
Nama Menteri Keuangan Sri Mulyani santer disebut sebagai calon kuat untuk posisi itu. Apalagi selama ini Sri Mulyani terkesan sangat mendominasi koordinasi di bidang perekonomian.
Anggota Komisi XI DPR Dradjad WIbowo berpendapat, bila Sri Mulyani menerima jabatan baru sebagai Menko Perekonomian, berarti Menteri Keuangan juga melakukan praktek rangkap jabatan.
“Jelas rangkap jabatan. Wong PR (pekerjaan rumah) di Depkeu banyak yang kedodoran, kalau merangkap apa tidak makin banyak PR implementasi kebijakan yang terbengkalai? Tapi silakan saja sih jabatan tersebut dirangkap karena ini semakin mempertegas kegagalan pemerintah Yudhoyono di bidang ekonomi,” Dradjad menjelaskan, seperti dikutip Bisnis Indonesia, Jumat (13/6).
Berbeda dengan Dradjad, Anggota DPR Harry Azhar Azis menilai Menteri Keuangan tidak terjebak pada praktek rangkap jabatan yang memiliki konflik kepentingan selama posisi Menko Perekonomian yang akan dia emban bersifat ad interim.
Entah siapa yang benar, yang pasti pemerintah harus terbuka menjelaskan masalah rangkap jabatan tersebut. Demikian pula dengan istilah ad interim, perlu dijelaskan kepada publik dari segi tata negara.
Sebab, selama ini publik tahunya jabatan ad interim hanya disandang seorang menteri untuk merangkap jabatan dalam waktu singkat. Misalnya, bila seorang menteri bertugas ke luar negeri, maka presiden menunjuk salah seorang menteri menjadi menteri ad interim hingga pejabat bersangkutan kembali dari lawatannya.
Sementara, bila jadi dirangkap Menteri Keuangan, posisi Menko Perekonomian ad interim akan dipertahankan hingga masa kerja kabinet berakhir tahun depan. Ini yang perlu dijelaskan kepada publik agar tidak terjadi salah persepsi mengenai rangkap jabatan di kabinet.