Al Amin artinya terpercaya. Yang menyandang julukan tersebut bukan orang sembarangan. Karena dipercaya kejujuran dan keikhlasannya, Muhammad SAW dijuluki Al Amin oleh penduduk Mekkah 14 abad lalu.
Pasti karena ingin meneladani Rasulullah, orang tua Al Amin Nur Nasution, meminjam julukan Al Amin tersebut untuk nama anaknya. Tentu harapannya si buah hati bisa meneladani Rasulullah menjadi orang yang terpercaya.
Sebagai politikus muda, karir politik Amin cukup cemerlang. Selain tercatat sebagai anggota Komisi IV DPR, dia juga menjabat sebagai Ketua DPW Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Jambi. Di DPP KNPI, suami pedangdut Kristina ini menduduki posisi Bendahara Umum.
Tapi, setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi alih fungsi hutan lindung di Riau, karirnya mulai meredup. Dia dinonaktifkan dari posisi Ketua DPW PPP Jambi. Kursinya di DPR juga bisa di-recall jika nanti terbukti bersalah di pengadilan tindak pidana korupsi.
Sebelum ditangkap KPK, nama Amin lebih dikenal masyarakat – khususnya pemirsa infotainment – sebagai suami pedangdut cantik Kristina. Apalagi tahun lalu rumah tangga mereka sempat gonjang-ganjing setelah Krisitina menggugat cerai. Namun mereka kembali rujuk.
Kini, namanya kembali jadi buah bibir. Bukan lagi karena urusan rumah tangga, tetapi karena dugaan tindak pidana korupsi. Sejawatnya di Komisi IV DPR sendiri banyak yang kaget dengan kasus ini. Di mata Ishartanto, Ketua Komisi IV DPR, Amin orang yang sopan namun tidak dominan di tengah komisi IV DPR. “Dia lebih terkenal sebagai selebriti,” katanya, seperti dikutip Detikcom, Kamis (10/4).
Kasus Amin perlu dijadikan pelajaran bagi para politikus muda, baik di DPR maupun DPRD, untuk mengemban amanah sebagai wakil rakyat dengan jujur dan aspiratif. Jujur untuk tidak terlibat dalam “permainan fulus”, dan aspiratif dalam menyuarakan aspirasi rakyat yang telah memilih mereka. Bagaimana bisa mengoreksi perilaku politisi senior yang “doyan fulus” jika mereka sendiri terlibat dalam “permainan fulus”?
Membuat perubahan harus dimulai dari diri sendiri. Di parlemen, yang bisa diharapkan untuk membuat perubahan hanyalah politisi muda. Tapi, kalau perilakunya tak bisa dipercaya, tidak amanah, jangan harap ada perubahan berarti di parlemen. Alih-alih menuai simpati masyarakat, justru kecaman dan sinisme yang didapat.