Nama lengkapnya cukup panjang: Haji Abdul Marik Karim Amrullah. Disingkat menjadi Hamka. Karena dia seorang ulama besar dari Sumatera Barat, umat menambahkan kata Buya di depan namanya, sehingga menjadi Buya Hamka.
Mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini telah lama wafat. Dia meninggalkan ratusan karya tulis, mulai dari novel, kitab tafsir Al Quran, hingga buku filsafat dan agama. Buya Hamka adalah contoh manusia otodidak yang sukses sebagai ulama, sastrawan, wartawan, dan politisi.
Belum lama berselang, Yayasan Al Azhar memperingati satu abad kelahirannya dengan berbagai kegiatan.
Namanya telah diabadikan menjadi nama sebuah universitas di Jakarta, Universitas Hamka (Uhamka). Nama besar Buya Hamka juga menjadi inspirasi para orang tua untuk menamakan anaknya dengan nama Hamka. Ada yang bernama Hamka Hamzah, seorang pemain sepakbola terkenal yang sekarang bergabung dengan Persik Kediri. Hamka lainnya adalah Hamka Haq, Ketua Umum Baitul Muslimin Indonesia (BMI), onderbouw PDI Perjuangan.
Ada satu lagi Hamka yang sekarang sedang menjadi buah bibir karena ditahan KPK dalam kasus aliran dana BI. Dia adalah Hamka Yandhu. Hamka yang satu ini seorang politikus, anggota Komisi XI DPR dari Partai Golkar.
Pria ini tercatat sebagai wakil rakyat dari daerah pemilihan Sulawesi Selatan I. Sudah dua periode dia menjadi wakil rakyat. Selain di partai, Yandhu juga pernah aktif di sejumlah organisasi seperti Pemuda Panca Marga dan Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI). Oleh Nurdin Halid, Ketua Umum PSSI, dia juga dipercaya sebagai Bendahara PSSI.
Di parlemen, dia bukan tipe vokalis fraksi atau komisi. Pria kalem ini jarang bersuara di forum rapat kerja atau rapat dengar pendapat.
Entah kebetulan atau tidak, nama besar Buya Hamka cukup besar pengaruhnya dalam perjalanan hidup seorang Hamka Yandhu. Di dalam buku Wajah DPR dan DPD 2004 – 2009, disebutkan bahwa dia menyelesaikan pendidikan pascasarjana di Universitas Hamka, 2003.
Buya Hamka juga pernah menjadi politisi dan dibui oleh penguasa orde lama. Tapi Buya ditahan karena berbeda pandangan politik dengan penguasa. Bukan karena korupsi atau menerima suap, seperti yang dituduhkan kepada Hamka Yandhu oleh KPK.