Judul buku : Semua Berawal dengan Keteladanan
Catatan Kritis Rosihan Anwar
Penulis : Rosihan Anwar
Penerbit : Penerbit Buku Kompas, Mei 2007
Tebal : xx + 516 halaman
Tak banyak orang yang mampu menulis selama 64 tahun. Bukan cuma menulis, tapi juga menjadi pengamat yang tekun dan rajin mencatat berbagai peristiwa, baik yang dialami langsung maupun peristiwa yang menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat.
Di usianya yang sudah 85 tahun, Rosihan Anwar (RA) masih tekun mencatat berbagai peristiwa dan menuliskannya di media massa. Meski sudah tidak punya koran lagi, dia masih tercatat sebagai kolumnis di beberapa media. Tabloid Cek & Ricek (C&R) salah satunya. Di tabloid tersebut, RA menjadi kolumnis tetap sejak edisi pertama yang terbit pada 24 Agustus 1998.
Buku ini merupakan kumpulan tulisan yang diterbitkan untuk memperingati 85 tahun RA dan 60 tahun perkawinannya. Isinya diambil dari kolom-kolomnya di rubrik Halo Selebriti di Tabloid Cek & Ricek.
Meski nama rubriknya Halo Selebriti, jangan berharap ada tulisan RA tentang artis penyanyi, bintang sinetron, dan bintang film. Apalagi gosip tentang artis ABG! Kalaupun ada, itu tidak banyak, dan yang ditulis juga artis senior atau yang dia kenal baik, seperti sineas Ami Prijono, Mang Udel, dan SM Ardan. Ditulisnya pun setelah mereka menyandang titel almarhum. Ini merupakan keahlian RA sebagai penulis in memoriam. Tercatat ada 21 tulisan in memoriam atau tentang wafatnya seorang tokoh dalam buku ini.
Dalam pengantarnya untuk buku ini, Jakob Oetama menyatakan, wartawan seperti RA selalu mengingatkannya pada perbedaan antara wartawan yang lebih memusatkan perhatian kepada reportase dengan mereka yang sengaja memfokuskan diri untuk bertindak selaku pengamat. RA, kata Jakob, masuk kepada kedua kategori tersebut karena mampu menulis reportase dengan sangat mengesankan, tetapi juga bisa menghasilkan analisa yang tajam, kritis, sekaligus bermutu (hal xviii).
Bagi RA sendiri, tidak ada kendala serius saat beralih dari menulis di media yang serius ke media infotainment karena dia menguasai kiat-kiatnya. Antara lain, menguasai topik dan materi yang akan ditulis, menulis dengan bahasa sederhana yang mudah dimengerti, serta membangkitkan dan memelihara secara berkesinambungan rasa ingin tahu pembaca. (hal 2)
Apa ciri tulisan RA di Halo Selebriti? Pembaca C&R pasti sudah hafal dengan style tulisannya. Dalam satu kolom, dia tidak hanya mengupas satu masalah, tapi sekaligus tiga. Dan itu sudah terlihat dari judulnya. Misalnya, “Produser Film Berusaha, Batik Gus Dur, Ekonomi 7 Tahun Lagi”. Atau, “Biografi Dr Gambiro, Poros Indonesia Berkantor, In Memoriam Wiweko Soepeno”. Semuanya ditulis dengan gaya bahasa populer yang mudah dicerna dan tidak membuat kening pembaca berkerut.
Buah dari ketekunannya mencatat dan mengamati berbagai peristiwa, baik yang terjadi saat ini maupun puluhan tahun lalu, bisa dinikmati pembaca buku ini. Kisah tentang Marlon Brando, misalnya. Pada pertengahan 1950-an pemeran film Godfather itu berkunjung ke Jakarta dan pada kesempatan itu bertemu dan berbicara dengan sutradara Usmar Ismail dari Perfini. Kata RA, mereka tidak bicara soal film, tapi tentang Indonesia dan kebudayaannya, dan Usmar terkesan dengan intelektualitas seorang Marlon Brando (hal 83).
RA juga masih ingat berbagai peristiwa di masa revolusi dulu, seperti yang terjadi pada 10 November 1945. Saat itu Sutan Sjahrir menulis pamflet historis berjudul Perdjoeangan Kita, yang menggambarkan keadaan bangsa Indonesia pada akhir pendudukan Jepang selama 3,5 tahun, situasi internasional pasca-Perang Dunia II, dan apa yang dihadapi oleh pemuda, buruh, dan tani.
Menurut RA, pamflet itu mengingatkan bahwa kaum pemuda tidak akan dapat menjalankan terus kewajibannya sebagai perintis, jika semangat kebangsaan tidak diisi dengan semangat kerakyatan (hal 389).
Masih di masa revolusi. RA juga masih ingat saat Tan Malaka bicara selama 4 jam nonstop tanpa teks di depan wartawan tentang marxisme dan nasionalisme. Dia juga memberi apresiasi tersendiri atas tokoh yang hilang secara misterius tersebut. “Saya sangat menghormati Tan Malaka sebagai salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia yang amat besar jasanya, tapi dilupakan oleh bangsa Indonesai sekarang,” katanya. (hal 474).
Beragam hal ada dalam buku ini. Mulai dari kisah di masa revolusi hingga masa kini, perayaan ulang tahun seorang tokoh, dan wafatnya seorang tokoh. Masalah keluarga juga ada di dalamnya. Misalnya, tulisan tentang wafatnya menantu RA, Dr H Idral Darwis, cerita tentang penghargaan dan hadiah yang dia terima saat ulang tahun ke-81, serta kiriman parsel yang dia terima saat lebaran.
Buku ini juga memuat curhat dan kritik seorang wartawan senior kepada para yuniornya. Kata RA, “Generasi baru wartawan mempunyai pendidikan formal lebih baik ketimbang wartawan tempo dulu. Percaya diri mereka hebat. Tapi seni mendengarkan pendapat atau ucapan orang lain tidak dikuasai. Yang benar hanya mereka saja. Respek terhadap generasi yang lebih tua usianya tidak ada. Tapi kalau disimak hasil pekerjaan mereka, maka tampak lubang-lubang kelemahan. Mereka menurunkan berita atau tulisan tanpa melaksanakan sebelumnya cek dan ricek yang ketat.”
Selanjutnya, “Sumber berita mereka kadang-kadang tidak kredibel atau dapat dipercaya. Bahan berita dan tulisan dikumpulkan berdasarkan hear-say, apa kata sas-sus, produksi pabrik rumor. Akibatnya, tulisan mereka bisa menimbulkan reaksi keras dari publik. Dan kalau terjadi tindakan balasan dari publik, misalnya berupa pengaduan kepada aparat pelaksana hukum, pemeriksaan dalam suatu sidang pengadilan, maka wartawan yang menjadi objek pengaduan mencari perlindungan di balik hak tolak, tidak mau mengungkapkan identitas sumber berita karena memang perbuatan demikian tidak etis.” (hal 251).
Kepiawaian RA dalam menulis kolom tak perlu diragukan lagi. Namun ada hal yang cukup mengganggu saat membaca tulisan-tulisannya dalam buku ini. Kerap terjadi salah penulisan nama. Contohnya, mantan Menteri Perdagangan Tungky Aribowo (harusnya Tungky Ariwibowo), aktor cilik Yoshua (harusnya Joshua), dan Presidium Dewan Papua Theys Hiyo Eluang (harusnya Theys Hiyo Eluai). Ada juga penulisan nama yang terbalik, seperti Anggun Sasmi Cipta (harusnya Anggun Cipta Sasmi). Ini menjadi PR bagi editor untuk mengeditnya bila kelak buku ini akan dicetak ulang.
April 21, 2008
Kategori: Buku . Tag:Add new tag, Ami Prijono, Anggun Cipta Sasmi, Buku, Cek & Ricek, Dewan Papua, Halo Selebriti, Jacob Oetama, Joshua, Mang Udel, Marlon Brando, Resensi buku, Rosihan Anwar, SM Ardan, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Theys Hiyo Eluai, Usmar Ismail . Penulis: dyhary . Comments: 1 Komentar