Harmoko Mencoba Peruntungan Baru

Tiba-tiba saya teringat pada  Pak Mamat, mantan sopir keluarga kami yang lugu dan setia. Sudah lama saya tak jumpa dengannya. Entah di mana dia sekarang. Masih nyopir atau sudah pensiun? Tak ada kabar beritanya. 

Satu hal yang tak  saya lupa dari figur Pak Mamat  adalah kesadaran politiknya.  Mungkin  itu  pengaruh dari majikannya terdahulu,  seorang dokter yang juga tokoh pergerakan nasional. 

Pak Mamat  antipati terhadap  Golkar dan rezim orde baru, tapi dia simpati  dengan mantan Menteri Penerangan Harmoko.  Pesona  Bung Harmoko rupanya  memiliki  daya tarik tersendiri  bagi wong cilik seperti Pak Mamat.

Yang membuat saya teringat kembali pada Pak Mamat  adalah   sepak terjang idolanya  belakangan ini.  Setelah lama tak terdengar kiprahnya, hari ini  Harmoko mendeklarasikan  partai baru bernama Partai Kerakyatan Nasional (PKN) di Gedung Joeang,  Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat. 

Di partai berlambang beringin hijau itu  dia menjadi Ketua  Parampara (pembina). Sementara Ketua  Umum   DPP PKN dijabat  oleh  Soebiantoro  Soemantoro.  Tak  banyak pesohor  atau figur publik  yang menjadi pengurus partai ini. Satu-satunya  figur  pengurus yang dikenal luas  oleh publik adalah artis  Jamal Mirdad, yang  duduk sebagai       Deputi I Bidang Internal.    

Apa yang kau cari Harmoko?  Dia mengaku  sudah tua, hampir 70 tahun, dan tidak mau dicalonkan sebagai presiden, wakil presiden, atau  anggota DPR.  “Saya hanya mau di Parampara saja,” katanya seperti dikutip Detikcom,  Sabtu (19/4).

Para pengamat politik menilai partai ini  sulit bersaing di pemilu  2009.  Sebab  basis sosialnya  tak  jelas, dan tak ada tokoh yang bisa dijual.  Mau menjual  Harmoko, rasanya  sulit  laku.  Dia  tak dikenal  generasi muda, sementara di kalangan generasi tua  citranya kurang positif karena di kala Soeharto jaya dia menjadi penjilat, saat Soeharto tak berdaya dia meninggalkannya.   Oleh orde baru  dia dimusuhi, sedangkan  orde reformasi menganggapnya sebagai antek orde baru.

Meski demikian,    Harmoko punya segudang pengalaman berpolitik. Dia pernah tiga periode menjadi Menteri Penerangan, memimpin Partai Golkar, dan menjadi Ketua DPR/MPR. Apakah modal pengalaman saja cukup?  Tentu tidak.   Sebab  berpolitik di zaman sekarang perlu dana,  popularitas,  dan citra yang cemerlang. 

Di mata  pengamat politik  dan  para  politisi Harmoko sudah tak diperhitungkan. Tapi   bagi  rakyat  seperti  Pak Mamat dia  masih jadi idola. Mungkin  kalau    besok lusa Pak Mamat membaca koran atau menonton tv yang menayangkan kiprahnya  idolanya,  bisa jadi  dia berminat bergabung dengan PKN.

Sayang Pak Mamat tak bisa dimintai komentarnya. Kalau bisa,  akan ketahuan apakah dia masih mengidolakan Harmoko, atau sudah berpaling ke tokoh lain.